Sunday, November 9, 2014

Rusunawa dan Rusunami

BRIAN BASMALA / 2A313711
3TB01 / ALH13


1.1 Pengertian Rusun

Rumah Susun menurut kamus besar Indonesia merupakan gabungan dari pengertian rumah dan pengertian susun. Rumah yaitu bangunan untuk tempat tinggal, sedangkan pengertian susun yaitu seperangkat barang yang diatur secara bertingkat. Jadi pengertian Rumah Susun adalah bangunan untuk tempat tinggal yang diatur secara bertingkat.


Contoh Rusun

Pengertian rumah susun sederhana sewa, yang selanjutnya disebut rusunawa berdasarkan PERMEN No.14/ 2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana sewa yaitu bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian.

Masing-masing memiliki batas-batas, ukuran dan luas yang jelas, karena sifat dan fungsinya harus dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan.

Pembangunan Rumah Susun (Rusun) seharusnya dibangun sesuai dengan tingkat keperluan dan kemampuan masyarakat terutama bagi yang berpenghasilan rendah. Rusun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembangunan Rusun berlandaskan pada azas kesejateraan umum, keadilan dan pemerataan, serta keserasian dan kesimbangan dalam perikehidupan, dengan bertujuan memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya.

1.2 Landasan dan Tujuan Rumah Susun

Kebijaksanaan dibidang perumahan dan permukiman pada dasarnya dilandasi oleh amanat GBHN (1993) yang menyatakan pembangunan perumahan dan permukiman dilanjutkan dan diarahkan untuk meningkatkan kualitas hunian dan lingkungan kehidupan keluarga/masyarakat. Pembangunan perumahan dan permukiman perlu dtingkatkan dan diperluas sehingga dapat menjangkau masyarakat yang berpenghasilan rendah.


Untuk menunjang dan memperkuat kebijaksanaan pembangunan rumah susun, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.16 Tahun 1985 tentang rumah susun. Undang- undang rumah susun tersebut untuk mengatur dan menegaskan mengenai tujuan, pengelolaan, penghunian, status hukum dan kepemilikan rumah susun. Adapun tujuan pembangunan rumah susun adalah:

  1. Meningkatkan kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang menjamin kepastian hokum dalam pemanfaatannya.
  2. Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestariaan sumber daya alam dan menciptakan lingkungan permukiman yang lengkap, serasi dan seimbang.
  3. Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat
Pengaturan dan pembinaan rumah susun dapat dilakukan oleh pemerintah atau diserahkan kepada Pemda. Pada pelaksanaan pengaturan dan pembinaan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam UU No.16 Tahun 1985, juga disebutkan pemerintah memberikan kemudahan bagi masyarakat golongan rendah untuk memperoleh dan memiliki rumah susun yang pelaksanaannya diatur dengan PP (Pasal 11 ayat 1 dan 2).

Pemerintah Indonesia lebih memberlakukan rumah sebagai barang atau kebutuhan sosial. Hal ini dapat dilihat dari besarnya peran pemerintah dalam membantu pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kondisi ini dapat dimengerti karena sebagian besar penduduk Indonesia merupakan golongan yang kurang mampu memenuhi kebutuhan perumahan yang layak. Dalam kaitan ini, pemerintah memutuskan untuk melaksanakan pembangunan rumah susun di kota besar sebagai usaha peremajaan kota dan untuk memenuhi kebutuhan perumahan dengan pola yang vertikal.

Proses lahirnya kebijakan untuk melaksanakan pembangunan rumah susun di kota-kota besar di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh pengalaman negara lain (seperti Singapura, Hongkong dan lain-lain) dalam mengatasi masalah perkotaan yang diakibatkan urbanisasi, khususnya dalam bidang perumaan kota. Konsep pembangunan rumah susun pada hakekatnya dimaksudkan untuk mengatasi masalah kualitas lingkungan yang semakin menurun maupun untuk mengatasi masalah keterbatasan lahan dalam kota. (Yeh, 1975:186; Hassan, 1997:32).


1.2.1 Pasal Pengaturan Tentang Rumah Susun

Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun merumuskan bahwa bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara terpisah tidak untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. Penjelasan Pasal 25 ayat 1 undang-undang tersebut memberi contoh bagian bersama adalah antara lain : pondasi, kolom, balok, dinding, lantai, atap, talang air, tangga, lift, selasar, saluran-saluran, pipa-pipa, jaringan- jaringan listrik, gas dan teleko munikasi.

Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 merumuskan bahwa tanah bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan.
Asas-Asas Pembangunan Rumah Susun Pasal 2Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 dan penjelasannya menyatakan bahwa asas penyelenggaraan rumah susun adalah sebagai berikut:

  • asas kesejahteraan
  • asas keadilan dan pemerataan
  • asas kenasionalan
  • asas keterjangkauan dan kemudahan
  • asas keefisienan dan kemanfaatan
  • asas kemandirian dan kebersamaan
  • asas kemitraan
  • asas keserasian dan keseimbangan
  • asas keterpaduan
  • asas kesehatan
  • asas kelestarian dan keberlanjutan
  • asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan
  • asas keamanan, ketertiban, dan keteraturan

Adapun tujuan pembangunan rumah susun seperti yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011:
  1. meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
  2. mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh;
  3. mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif;
  4. memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR;
  5. memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun;
  6. menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu; dan
  7. memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.
1. 3 Rusunawa 

Rusunawa adalah singkatan dari Rumah Susun Sederhana Sewa. Rusunawa merupakan suatu bangunan bertingkat yang dibangun dalam satu lingkungan tempat hunian yang memiliki WC dan dapur yang menyatu dan setiap penghuninya membayar biaya sewa sesuai yang telah ditetapkan kepada pengelola rusunawa tersebut setiap bulannya.



Alur Rusunawa

1.4 Rusunami

Rusunami merupakan akronim dari Rumah Susun Sederhana Milik. Rumah Susun atau Rusun merupakan kategori resmi pemerintah Indonesia untuk tipe hunian bertingkat seperti apartemen, kondominium, flat, dan lain-lain. Namun pada perkembangannya kata ini digunakan secara umum untuk menggambarkan hunian bertingkat kelas bawah. 

Penambahan kata Sederhana setelah rusun bisa berakibat negatif, karena pada pikiran masyarakat awam rusun yang ada sudah sangat sederhana. Kenyataannya rusunami yang digalakkan pemerintah dengan sebutan proyek 1000 Menara merupakan rusuna bertingkat tinggi yaitu rusun dengan jumlah lantai lebih dari 8 yang secara fisik luar hampir mirip dengan rusun apartemen yang dikenal masyarakat luas. Kata Milik berarti seseorang pengguna tangan pertama harus membeli dari pengembangnya. SedangkanRusunawa atau Rumah Susun Sederhana Sewa berarti pengguna harus menyewa dari pengembangnya.

Istilah lain yang sering diusung oleh para pengembang untuk rusunami adalah Apartemen Bersubsidi. Pengembang lebih senang menggunakan istilah apartemen daripada rusun karena konotasi negatif yang melekat. Sedangkan penambahan kata bersubsidi disebabkan karena pemerintah memberikan subsidi bagi pembeli rusunami jika memenuhi syarat. Sedangkan yang tidak memenuhi syarat tetap dapat membeli rusunami namun tidak mendapatkan subsidi.


1.5 Contoh Proyek Rusun

Nama Proyek : City Light Residence Suralaya
Lokasi : Bandung, Indonesia
Luas Tanah : 25.086 m2
Luas Bangunan : 106.954 m2
Koefisien Dasar Bangunan : 39.52%
Koefisien Lantai Bangunan : 4.26
Jumlah Lantai : 21
Owner : PT. Kagum Gema Pasundan
Consultant Architecture : PT. Parama Loka Consultant
Fungsi Bangunan : Rusunami, Apaertement, Ruko dan Sport Center, Town House

Block Plan Rusunami
Site Plan Rusunami
Analisis Sirkulasi Rusunami
Tipe Rusunami


1.6 Kesimpulan

Pembangunan Rumah Susun (Rusun) seharusnya dibangun sesuai dengan tingkat keperluan dan kemampuan masyarakat terutama bagi yang berpenghasilan rendah. Dapat bermanfaat bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah yang mendapatkan hunian layak dan tidak salah sasaran yang dapat memanfaatkan rusunawi/rusunawa ini untuk kepentingan diri sendiri dan disewakan ke yang lain.

Rusun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembangunan Rusun berlandaskan pada azas kesejateraan umum, keadilan dan pemerataan, serta keserasian dan kesimbangan dalam perikehidupan, dengan bertujuan memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya.


Ruang Terbuka Hijau dan Penerapan RTH pada Kota Ponorogo.

BRIAN BASMALA / 2A313711
3TB01 / ALH13

1.1 Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau (RTH) kota merupakan bagian penting dari struktur pembentuk kota, dimana ruang terbuka hijau (RTH) kota memiliki fungsi utama sebagai penunjang ekologis kota yang juga diperuntukkan sebagai ruang terbuka penambah dan pendukung nilai kualitas lingkungan dan budaya suatu kawasan. Keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) kota sangatlah diperlukan dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan.



Contoh Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau (Green Open spaces) merupakan kawasan permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, ruang terbuka hijau (Green Open spaces) di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota.

Ruang terbuka hijau memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi intrinsik sebagai penunjang ekologis dan fungsi ekstrinsik yaitu fungsi arsitektural (estetika), fungsi sosial dan ekonomi. Ruang terbuka hijau dengan fungsi ekologisnya bertujuan untuk menunjang keberlangsungan fisik suatu kota dimana ruang terbuka hijau tersebut merupakan suatu bentuk ruang terbuka hijau yang berlokasi, berukuran dan memiliki bentuk yang pasti di dalam suatu wilayah kota. Salah satu contohnya adalah ruang terbuka hijau yang difungsikan untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. Sedangkan ruang terbuka hijau untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan ruang terbuka hijau pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota. (Dirjen PU, 2005).

Hakim (2004) menyebutkan bahwa proporsi 30% luasan ruang terbuka hijau (RTH) kota merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, ruang terbuka bagi aktivitas publik serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Sedangkan dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 7 Tahun 2002 dinyatakan bahwa ruang terbuka hijau merupakan ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau permakaman, kawasan hijau pertanian, kawasan hijau jalur hijau dan kawasan hijau pekarangan.

Ruang terbuka hijau memiliki manfaat yang sangat penting di dalam kawasan perkotaan, manfaatnya pada kehidupan masyarakat perkotaan dapat dirasakan secara langsung (tangible) dan tak langsung (intagible). Manfaat yang dapat kita rasakan secara langsung adalah tentu saja kenyamanan fisik (sebagai contoh keteduhan dan udara yang segar), sedangkan manfaat ruang terbuka hijau yang tidak dapat kita rasakan secara langsung namun berjangka panjang adalah perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati. Ruang terbuka hijau perkotaan pada dasarnya memiliki fungsi pokok sebagai pendukung utama keberlanjutan kehidupan masyarakat kota, sehingga keberadaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan merupakan suatu persyaratan yang wajib dipenuhi untuk kehidupan masyarakat yang sehat. (Purnomohadi, 2006).

Ruang terbuka hijau kota menurut tipologinya terbagi menjadi taman kota, hutan kota, jalur hijau, ruang terbuka hijau sempadan sungai, ruang terbuka hijau sempadan rel kereta api, ruang terbuka hijau pemakaman, lahan pertanian dansabuk hijau. Keseluruhan bentuk ruang terbuka hijau tersebut membentuk dan memberi karakter pada keseluruhan ruang terbuka kota. Akan tetapi seiring dengan perkembangan kehidupan perkotaan yang sangat pesat kurangnya kepedulian dan perhatian terhadap keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) kota, serta penataan dan pemeliharaan ruang terbuka hijau (RTH) kota yang kurang tepat dapat menyebabkan adanya pergerseran fungsi lahan yang tidak sesuai dan perubahan morfologi kota yang dapat mengakibatkan berkurangnya lahan peruntukkan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau sebagai paru-paru kota. 

1.2 RTH Menurut Hukum Panata Pembangunan

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Sedangkan menurut D. A. Tisnaamidjaja, mengatakan ruang adalah wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas hidup yang layak (M. Daud Silalahi, 2001: 78-79).


Ruang sebagai salah satu tempat untuk melangsungkan kehidupan manusia, juga sebagai sumber daya alam merupakan salah satu karunia Tuhan kepada Bangsa Indonesia. Dengan demikian ruang wilayah Indonesia merupakan suatu aset yang harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia secara terkoordinasi, terpadu dan seefektif mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor lain seperti, ekonomi, sosial, budaya, hankam, serta kelestarian lingkungan untuk mendorong terciptanya pembangunan nasional yang serasi dan seimbang.

1.3 Penerapan RTH Pada Kota Ponorogo


Peta Kota Ponorogo Sumber. Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo, 2008

Di dalam Rencana Ruang Terbuka Hijau Kota Ponorogo (2008) disebutkan bahwa menurut Nas (1986) apabila ditinjau dari tipologi kotanya, kota Ponorogo merupakan kota pedalaman (inland city) yang perkembangannya cenderung memusat di dalam kota. Salah satu kota yang hampir kehilangan fungsi ruang terbuka hijau (RTH) kota adalah kota Ponorogo yang merupakan ibukota kabupaten Ponorogo, terletak di kawasan Barat Daya daerah tingkat I Propinsi Jawa Timur, kota ini memiliki potensi lokasi yang strategis, yaitu terletak diantara pusat kegiatan regional Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dikarenakan lokasinya yang sangat strategis maka perkembangan kota Ponorogo dapat dikatakan cukup pesat, terlebih lagi kota ini memiliki warisan dan potensi nilai budaya yang tercermin pada struktur pembentuk kotanya mulai dari bentuk fasade bangunan hingga ornamen – ornamen furniture lansekapnya. Akibat dari perkembangan kota yang cukup pesat maka kota yang memiliki luas wilayah keseluruhan 51,19 km² (5119 Ha) ini membutuhkan adanya ruang terbuka hijau yang dapat menjamin ekosistem dan kelangsungan hidup masyarakatnya.

Menurut data dari Pemerintah Kabupaten Dati II Ponorogo, dari luas wilayah kota Ponorogo sendiri 45% dari keseluruhan luas wilayah merupakan kawasan terbangun didominasi oleh perumahan dan perkerasan, sehingga apabila ditinjau dari porsi kawasan terbangun dapat terlihat bahwa luas wilayah yang tak terbangun lebih besar dibandingkan dengan luas wilayah terbangun. Meskipun kota Ponorogo memiliki potensi kawasan ruang terbuka hijau yang dapat dikembangkan, akan tetapi dikarenakan adanya penyebaran aktivitas yang tidak merata di kota Ponorogo maka pada kawasan pusat kota inilah terpusat berbagai macam aktivitas yang padat dan perkembangan kota yang sangat pesat.

Di Kota Ponorogo persebaran aktivitas dan persebaran penduduk terkonsentrasi pada pusat kota dimana keadaan di pusat kota Ponorogo sendiri cenderung padat. Dari keseluruhan luas kawasan pusat kota, luasan ruang terbuka hijau pada kawasan ini menurut data dari Pemerintah Kabupaten Dati II Ponorogo hanya sebesar 10% dari keseluruhan luas kawasan pusat kota yang terbagi menjadi ruang terbuka hijau publik (taman kota, hutan kota dan jalur hijau) dan ruang terbuka hijau privat (halaman pertokoan dan perkantoran). Menurut kondisi tersebut maka pada kawasan pusat kota ini dibutuhkan adanya proporsi dan distribusi ruang terbuka hijau kota yang seimbang terutama di pusat kota Ponorogo sangatlah dibutuhkan untuk menjaga kualitas ekologis kota yang nantinya akan berpengaruh pula pada peningkatan kualitas hidup masyarakat kota Ponorogo.

Ruang terbuka hijau di Ponorogo sendiri tersebar pada 4 kecamatan di kota Ponorogo diantaranya adalah alun-alun kota, hutan kota Kertosari, makam Ronowijan di desa Tajuk dan taman kota yang berada di kawasan pusat kota (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Pemerintah Kabupaten Dati II kota Ponorogo, 2008).

Sesuai dengan fakta yang didapat dari tinjauan lokasi penelitian, ruang terbuka hijau kota Ponorogo kondisinya saat ini apabila ditinjau dari tipologi ruang terbuka hijau kota keadaannya tidak sesuai dengan kebutuhan, jenis aktivitas dan keragaman pengguna dan fungsi kawasan sebagai paru-paru kota dan penunjang kualitas lingkungan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu sifat taman dan hutan kota yang tertutup (baik secara fisik maupun visual) sehingga kedua bentuk ruang terbuka hijau tersebut tidak menjadi bagian dari aktifitas luar ruang masyarakat (sebagai contoh pada kawasan pusat kota yaitu hutan kota Ponorogo dan taman kota di dalam kompleks pemerintahan daerah Ponorogo).

Adanya pemanfaatan ruang terbuka hijau kota Ponorogo yang tidak sesuai dengan fungsi Ruang Terbuka Hijau sebagai penunjang kualitas ekologi kota (salah satu permasalahan yang ada yaitu, pedagang kaki lima yang berada di dalam dan di sekeliling alun-alun kota dan hutan kota Ponorogo). Kurang sesuainya bentukan ruang terbuka hijau kota Ponorogo terutama pada kawasanpusat kota dengan keragaman aktivitas dan kebutuhan masyarakat kota Ponorogo yang cenderung melakukan aktivitasnya di ruang luar, sehingga ruang terbuka hijau yang ada tidak digunakan secara maksimal oleh masyarakat. Proporsi ruang terbuka hijau pada pusat kota Ponorogo yang tidak mencukupi kriteria sebagai paru-paru kota penunjang kualitas lingkungan, tidak adanya penanganan dan pemanfaatan lansekap ruang terbuka hijau kota serta tidak diperhitungkannya keragaman aktifitas masyarakat dan kebutuhan masyarakat akan ruang terbuka hijau menyebabkan ruang terbuka hijau kota tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. (Rencana Ruang Terbuka Hijau Kota Ponorogo, 2008).

Sehingga pada kenyataannya sekarang taman dan hutan kota yang ada hanya digunakan sebagai sarana memperindah kota (lebih menonjolkan fungsi estetika) tanpa ada fungsi yang dapat menunjang kualitas lingkungan kota. Sehingga berdasarkan kondisi dan situasi ruang terbuka hijau kota di Ponorogo untuk mencegah tergesernya fungsi ruang terbuka hijau (RTH) kota maka dibutuhkan adanya penelitian tentang penataan ruang terbuka hijau (RTH) kota dengan fungsi utama sebagai penunjang kualitas ekologis perkotaan yang juga disesuaikan dengan keragaman aktivitas masyarakat, keadaan lansekap kota dan karakteristik kota Ponorogo.




Contoh Ruang Terbuka di Ponorogo

Ruang terbuka hijau di Ponorogo sendiri tersebar pada 4 kecamatan di kota Ponorogo diantaranya adalah alun-alun kota, hutan kota Kertosari, makam Ronowijan di desa Tajuk dan taman kota yang berada di kawasan pusat kota (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Pemerintah Kabupaten Dati II kota Ponorogo, 2008).

Sesuai dengan fakta yang didapat dari tinjauan lokasi penelitian, ruang terbuka hijau kota Ponorogo kondisinya saat ini apabila ditinjau dari tipologi ruang terbuka hijau kota keadaannya tidak sesuai dengan kebutuhan, jenis aktivitas dan keragaman pengguna dan fungsi kawasan sebagai paru-paru kota dan penunjang kualitas lingkungan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu sifat taman dan hutan kota yang tertutup (baik secara fisik maupun visual) sehingga kedua bentuk ruang terbuka hijau tersebut tidak menjadi bagian dari aktifitas luar ruang masyarakat (sebagai contoh pada kawasan pusat kota yaitu hutan kota Ponorogo dan taman kota di dalam kompleks pemerintahan daerah Ponorogo).

1.4 Kesimpulan

Adanya pemanfaatan ruang terbuka hijau kota Ponorogo yang tidak sesuai dengan fungsi Ruang Terbuka Hijau sebagai penunjang kualitas ekologi kota (salah satu permasalahan yang ada yaitu, pedagang kaki lima yang berada di dalam dan di sekeliling alun-alun kota dan hutan kota Ponorogo). Kurang sesuainya bentukan ruang terbuka hijau kota Ponorogo terutama pada kawasan pusat kota dengan keragaman aktivitas dan kebutuhan masyarakat kota Ponorogo yang cenderung melakukan aktivitasnya di ruang luar, sehingga ruang terbuka hijau yang ada tidak digunakan secara maksimal oleh masyarakat. Proporsi ruang terbuka hijau pada pusat kota Ponorogo yang tidak mencukupi kriteria sebagai paru-paru kota penunjang kualitas lingkungan, tidak adanya penanganan dan pemanfaatan lansekap ruang terbuka hijau kota serta tidak diperhitungkannya keragaman aktifitas masyarakat dan kebutuhan masyarakat akan ruang terbuka hijau menyebabkan ruang terbuka hijau kota tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. (Rencana Ruang Terbuka Hijau Kota Ponorogo, 2008).

Sehingga pada kenyataannya sekarang taman dan hutan kota yang ada hanya digunakan sebagai sarana memperindah kota (lebih menonjolkan fungsi estetika) tanpa ada fungsi yang dapat menunjang kualitas lingkungan kota. Sehingga berdasarkan kondisi dan situasi ruang terbuka hijau kota di Ponorogo untuk mencegah tergesernya fungsi ruang terbuka hijau (RTH) kota maka dibutuhkan adanya penelitian tentang penataan ruang terbuka hijau (RTH) kota dengan fungsi utama sebagai penunjang kualitas ekologis perkotaan yang juga disesuaikan dengan keragaman aktivitas masyarakat, keadaan lansekap kota dan karakteristik kota Ponorogo.

1.5 Daftar Pustaka

- Lab. Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian-IPB. Makalah Lokakarya “Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan” dalam Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan. On-line (http://penataanruang.net/taru/Makalah/051130-rth.pdf), diakses 31 Mei 2011.

- Putri, Dirthasia Gemilang, dkk., Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Pusat Kota Ponorogo. On-line (http://www.digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-14013-ITS-Master-14013-Paper-1474438.pdf), diakses 31 Mei 2011.

http://fatimaajja.blogspot.com/2012/06/rancangan-peraturan-daerah-kabupaten.html

-         http://www.academia.edu/8033258/Kebijakan_Ruang_Terbuka_Hijau_dalam_Perlindungan_dan_Pengelolaan_Lingkungan_Hidup_di_Kota_Bandung


Sunday, September 28, 2014

Hukum dan Pranata Pembangunan

Pengertian Hukum Pranata Pembangunan 
Hukum adalah :
(1) peraturan atau adat yg secara resmi dianggap mengikat, yg dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah
(2) undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat
(3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yg tertentu
(4) keputusan (pertimbangan) yg ditetapkan oleh hakim (dl pengadilan), vonis.

Pranata ialah interaksi antar individu atau kelompok atau kumpulan.
Pengertian individu dalam satu kelompok dan pengertian individu dalam satu perkumpulan memiliki makna yang berbeda menurut F. Durkheim, yaitu, dasar organisasi individu dalam kelompok adalah adat-istiadat, sedangkan dasar organisasi individu dalam perkumpulan adalah organisasi buatan. Hubungan yang terjadi dalam satu kelompok didasarkan perorangan, sedangkan dalam kumpulan kelompok adalah berazasguna sangat tergantung dengan tujuan akhir yang sering dinyatakan dalam kontrak. Kontrak adalah sebagai parameter hubungan yang terjadi dalam proses kegiatan pembangunan. Hubungan antara pemilik dengan perancang, hubungan antara pemilik dengan pelaksana. Kontrak menunjukan hubungan yang bersifat independent dan terarah atas tanggungjawab dari tugas dan fungsinya.

Pembangunan ialah suatu proses perubahan individu/kelompok dalam kerangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup, yang juga sebagai pradigma perkembangan yang terjadi dengan berjalannya perubahan peradaban hidup manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya.Kegiatan pembangunan memiliki empat unsur pokok, adalah manusia, kekayaan alam, modal, dan teknologi. Pembangunan sebagai suatu sistem yang kompleks mengalami proses perubahan dari yang sederhana sampai dengan yang rumit/kompleks. Proses perubahan tersebut mengalami perkembangan perubahan cara pandang, beberapa cara pandang tersebut adalah pertumbuhan, perubahan strukutr, ketergantungan, pendekatan sistem, dan penguasaan teknologi.

Hukum Pranata Pembangunan adalah peraturan resmi yang mengikat yang mengatur tentang interaksi antar individu dalam melakukan perubahan untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup.

Sedangkan dalam dunia arsitektur khususnya Hukum Pranata Pembangunan lebih memfokuskan pada peningkatan kesejahteraan hidup yang berhubungan dengan interaksi individu dengan lingkungan binaan.

Interaksi yang terjadi menghasilkan hubungan kontrak antar individu yang terkait seperti adalah pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor (pelaksana), dan unsur pendukung lainnya dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan untuk memenuhi kebutuhan bermukim.

Struktur Hukum Pranata di Indonesia
1. Legislatif (MPR-DPR), pembuat produk hukum
2. Eksekutif (Presiden-pemerintahan), pelaksana perUU yg dibantu oleh Kepolisian (POLRI) selaku institusi yg berwenang melakukan penyidikan; JAKSA yg melakukan penuntutan
3. Yudikatif (MA-MK) sbglembaga penegak keadilanMahkamah Agung (MA) beserta Pengadilan Tinggi (PT) & Pengadilan Negeri (PN) se-Indonesia mengadili perkara yg kasuistik;Sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili perkara peraturan PerUU4. Lawyer, pihak yg mewakili klien utk berperkara di pengadilan, dsb.


Contoh Surat Kontrak Kerja :







Sumber Kutipan:
-http://blogguyonan.blogspot.com/2013/10/hukum-pranata-pembangunan.html
-http://www.slideshare.net/ramandahadi/surat-perjanjian-kontrak-kerja-freelance-cds-worldwide (Couple Wishes Design Studio)
-http://fbeshefi.blogspot.com/2010/10/hukum-pranata-dan-pembangunan.html