Sunday, November 9, 2014

Ruang Terbuka Hijau dan Penerapan RTH pada Kota Ponorogo.

BRIAN BASMALA / 2A313711
3TB01 / ALH13

1.1 Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau (RTH) kota merupakan bagian penting dari struktur pembentuk kota, dimana ruang terbuka hijau (RTH) kota memiliki fungsi utama sebagai penunjang ekologis kota yang juga diperuntukkan sebagai ruang terbuka penambah dan pendukung nilai kualitas lingkungan dan budaya suatu kawasan. Keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) kota sangatlah diperlukan dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan.



Contoh Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau (Green Open spaces) merupakan kawasan permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, ruang terbuka hijau (Green Open spaces) di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota.

Ruang terbuka hijau memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi intrinsik sebagai penunjang ekologis dan fungsi ekstrinsik yaitu fungsi arsitektural (estetika), fungsi sosial dan ekonomi. Ruang terbuka hijau dengan fungsi ekologisnya bertujuan untuk menunjang keberlangsungan fisik suatu kota dimana ruang terbuka hijau tersebut merupakan suatu bentuk ruang terbuka hijau yang berlokasi, berukuran dan memiliki bentuk yang pasti di dalam suatu wilayah kota. Salah satu contohnya adalah ruang terbuka hijau yang difungsikan untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. Sedangkan ruang terbuka hijau untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan ruang terbuka hijau pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota. (Dirjen PU, 2005).

Hakim (2004) menyebutkan bahwa proporsi 30% luasan ruang terbuka hijau (RTH) kota merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, ruang terbuka bagi aktivitas publik serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Sedangkan dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 7 Tahun 2002 dinyatakan bahwa ruang terbuka hijau merupakan ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau permakaman, kawasan hijau pertanian, kawasan hijau jalur hijau dan kawasan hijau pekarangan.

Ruang terbuka hijau memiliki manfaat yang sangat penting di dalam kawasan perkotaan, manfaatnya pada kehidupan masyarakat perkotaan dapat dirasakan secara langsung (tangible) dan tak langsung (intagible). Manfaat yang dapat kita rasakan secara langsung adalah tentu saja kenyamanan fisik (sebagai contoh keteduhan dan udara yang segar), sedangkan manfaat ruang terbuka hijau yang tidak dapat kita rasakan secara langsung namun berjangka panjang adalah perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati. Ruang terbuka hijau perkotaan pada dasarnya memiliki fungsi pokok sebagai pendukung utama keberlanjutan kehidupan masyarakat kota, sehingga keberadaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan merupakan suatu persyaratan yang wajib dipenuhi untuk kehidupan masyarakat yang sehat. (Purnomohadi, 2006).

Ruang terbuka hijau kota menurut tipologinya terbagi menjadi taman kota, hutan kota, jalur hijau, ruang terbuka hijau sempadan sungai, ruang terbuka hijau sempadan rel kereta api, ruang terbuka hijau pemakaman, lahan pertanian dansabuk hijau. Keseluruhan bentuk ruang terbuka hijau tersebut membentuk dan memberi karakter pada keseluruhan ruang terbuka kota. Akan tetapi seiring dengan perkembangan kehidupan perkotaan yang sangat pesat kurangnya kepedulian dan perhatian terhadap keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) kota, serta penataan dan pemeliharaan ruang terbuka hijau (RTH) kota yang kurang tepat dapat menyebabkan adanya pergerseran fungsi lahan yang tidak sesuai dan perubahan morfologi kota yang dapat mengakibatkan berkurangnya lahan peruntukkan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau sebagai paru-paru kota. 

1.2 RTH Menurut Hukum Panata Pembangunan

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Sedangkan menurut D. A. Tisnaamidjaja, mengatakan ruang adalah wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas hidup yang layak (M. Daud Silalahi, 2001: 78-79).


Ruang sebagai salah satu tempat untuk melangsungkan kehidupan manusia, juga sebagai sumber daya alam merupakan salah satu karunia Tuhan kepada Bangsa Indonesia. Dengan demikian ruang wilayah Indonesia merupakan suatu aset yang harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia secara terkoordinasi, terpadu dan seefektif mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor lain seperti, ekonomi, sosial, budaya, hankam, serta kelestarian lingkungan untuk mendorong terciptanya pembangunan nasional yang serasi dan seimbang.

1.3 Penerapan RTH Pada Kota Ponorogo


Peta Kota Ponorogo Sumber. Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo, 2008

Di dalam Rencana Ruang Terbuka Hijau Kota Ponorogo (2008) disebutkan bahwa menurut Nas (1986) apabila ditinjau dari tipologi kotanya, kota Ponorogo merupakan kota pedalaman (inland city) yang perkembangannya cenderung memusat di dalam kota. Salah satu kota yang hampir kehilangan fungsi ruang terbuka hijau (RTH) kota adalah kota Ponorogo yang merupakan ibukota kabupaten Ponorogo, terletak di kawasan Barat Daya daerah tingkat I Propinsi Jawa Timur, kota ini memiliki potensi lokasi yang strategis, yaitu terletak diantara pusat kegiatan regional Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dikarenakan lokasinya yang sangat strategis maka perkembangan kota Ponorogo dapat dikatakan cukup pesat, terlebih lagi kota ini memiliki warisan dan potensi nilai budaya yang tercermin pada struktur pembentuk kotanya mulai dari bentuk fasade bangunan hingga ornamen – ornamen furniture lansekapnya. Akibat dari perkembangan kota yang cukup pesat maka kota yang memiliki luas wilayah keseluruhan 51,19 km² (5119 Ha) ini membutuhkan adanya ruang terbuka hijau yang dapat menjamin ekosistem dan kelangsungan hidup masyarakatnya.

Menurut data dari Pemerintah Kabupaten Dati II Ponorogo, dari luas wilayah kota Ponorogo sendiri 45% dari keseluruhan luas wilayah merupakan kawasan terbangun didominasi oleh perumahan dan perkerasan, sehingga apabila ditinjau dari porsi kawasan terbangun dapat terlihat bahwa luas wilayah yang tak terbangun lebih besar dibandingkan dengan luas wilayah terbangun. Meskipun kota Ponorogo memiliki potensi kawasan ruang terbuka hijau yang dapat dikembangkan, akan tetapi dikarenakan adanya penyebaran aktivitas yang tidak merata di kota Ponorogo maka pada kawasan pusat kota inilah terpusat berbagai macam aktivitas yang padat dan perkembangan kota yang sangat pesat.

Di Kota Ponorogo persebaran aktivitas dan persebaran penduduk terkonsentrasi pada pusat kota dimana keadaan di pusat kota Ponorogo sendiri cenderung padat. Dari keseluruhan luas kawasan pusat kota, luasan ruang terbuka hijau pada kawasan ini menurut data dari Pemerintah Kabupaten Dati II Ponorogo hanya sebesar 10% dari keseluruhan luas kawasan pusat kota yang terbagi menjadi ruang terbuka hijau publik (taman kota, hutan kota dan jalur hijau) dan ruang terbuka hijau privat (halaman pertokoan dan perkantoran). Menurut kondisi tersebut maka pada kawasan pusat kota ini dibutuhkan adanya proporsi dan distribusi ruang terbuka hijau kota yang seimbang terutama di pusat kota Ponorogo sangatlah dibutuhkan untuk menjaga kualitas ekologis kota yang nantinya akan berpengaruh pula pada peningkatan kualitas hidup masyarakat kota Ponorogo.

Ruang terbuka hijau di Ponorogo sendiri tersebar pada 4 kecamatan di kota Ponorogo diantaranya adalah alun-alun kota, hutan kota Kertosari, makam Ronowijan di desa Tajuk dan taman kota yang berada di kawasan pusat kota (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Pemerintah Kabupaten Dati II kota Ponorogo, 2008).

Sesuai dengan fakta yang didapat dari tinjauan lokasi penelitian, ruang terbuka hijau kota Ponorogo kondisinya saat ini apabila ditinjau dari tipologi ruang terbuka hijau kota keadaannya tidak sesuai dengan kebutuhan, jenis aktivitas dan keragaman pengguna dan fungsi kawasan sebagai paru-paru kota dan penunjang kualitas lingkungan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu sifat taman dan hutan kota yang tertutup (baik secara fisik maupun visual) sehingga kedua bentuk ruang terbuka hijau tersebut tidak menjadi bagian dari aktifitas luar ruang masyarakat (sebagai contoh pada kawasan pusat kota yaitu hutan kota Ponorogo dan taman kota di dalam kompleks pemerintahan daerah Ponorogo).

Adanya pemanfaatan ruang terbuka hijau kota Ponorogo yang tidak sesuai dengan fungsi Ruang Terbuka Hijau sebagai penunjang kualitas ekologi kota (salah satu permasalahan yang ada yaitu, pedagang kaki lima yang berada di dalam dan di sekeliling alun-alun kota dan hutan kota Ponorogo). Kurang sesuainya bentukan ruang terbuka hijau kota Ponorogo terutama pada kawasanpusat kota dengan keragaman aktivitas dan kebutuhan masyarakat kota Ponorogo yang cenderung melakukan aktivitasnya di ruang luar, sehingga ruang terbuka hijau yang ada tidak digunakan secara maksimal oleh masyarakat. Proporsi ruang terbuka hijau pada pusat kota Ponorogo yang tidak mencukupi kriteria sebagai paru-paru kota penunjang kualitas lingkungan, tidak adanya penanganan dan pemanfaatan lansekap ruang terbuka hijau kota serta tidak diperhitungkannya keragaman aktifitas masyarakat dan kebutuhan masyarakat akan ruang terbuka hijau menyebabkan ruang terbuka hijau kota tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. (Rencana Ruang Terbuka Hijau Kota Ponorogo, 2008).

Sehingga pada kenyataannya sekarang taman dan hutan kota yang ada hanya digunakan sebagai sarana memperindah kota (lebih menonjolkan fungsi estetika) tanpa ada fungsi yang dapat menunjang kualitas lingkungan kota. Sehingga berdasarkan kondisi dan situasi ruang terbuka hijau kota di Ponorogo untuk mencegah tergesernya fungsi ruang terbuka hijau (RTH) kota maka dibutuhkan adanya penelitian tentang penataan ruang terbuka hijau (RTH) kota dengan fungsi utama sebagai penunjang kualitas ekologis perkotaan yang juga disesuaikan dengan keragaman aktivitas masyarakat, keadaan lansekap kota dan karakteristik kota Ponorogo.




Contoh Ruang Terbuka di Ponorogo

Ruang terbuka hijau di Ponorogo sendiri tersebar pada 4 kecamatan di kota Ponorogo diantaranya adalah alun-alun kota, hutan kota Kertosari, makam Ronowijan di desa Tajuk dan taman kota yang berada di kawasan pusat kota (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Pemerintah Kabupaten Dati II kota Ponorogo, 2008).

Sesuai dengan fakta yang didapat dari tinjauan lokasi penelitian, ruang terbuka hijau kota Ponorogo kondisinya saat ini apabila ditinjau dari tipologi ruang terbuka hijau kota keadaannya tidak sesuai dengan kebutuhan, jenis aktivitas dan keragaman pengguna dan fungsi kawasan sebagai paru-paru kota dan penunjang kualitas lingkungan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu sifat taman dan hutan kota yang tertutup (baik secara fisik maupun visual) sehingga kedua bentuk ruang terbuka hijau tersebut tidak menjadi bagian dari aktifitas luar ruang masyarakat (sebagai contoh pada kawasan pusat kota yaitu hutan kota Ponorogo dan taman kota di dalam kompleks pemerintahan daerah Ponorogo).

1.4 Kesimpulan

Adanya pemanfaatan ruang terbuka hijau kota Ponorogo yang tidak sesuai dengan fungsi Ruang Terbuka Hijau sebagai penunjang kualitas ekologi kota (salah satu permasalahan yang ada yaitu, pedagang kaki lima yang berada di dalam dan di sekeliling alun-alun kota dan hutan kota Ponorogo). Kurang sesuainya bentukan ruang terbuka hijau kota Ponorogo terutama pada kawasan pusat kota dengan keragaman aktivitas dan kebutuhan masyarakat kota Ponorogo yang cenderung melakukan aktivitasnya di ruang luar, sehingga ruang terbuka hijau yang ada tidak digunakan secara maksimal oleh masyarakat. Proporsi ruang terbuka hijau pada pusat kota Ponorogo yang tidak mencukupi kriteria sebagai paru-paru kota penunjang kualitas lingkungan, tidak adanya penanganan dan pemanfaatan lansekap ruang terbuka hijau kota serta tidak diperhitungkannya keragaman aktifitas masyarakat dan kebutuhan masyarakat akan ruang terbuka hijau menyebabkan ruang terbuka hijau kota tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. (Rencana Ruang Terbuka Hijau Kota Ponorogo, 2008).

Sehingga pada kenyataannya sekarang taman dan hutan kota yang ada hanya digunakan sebagai sarana memperindah kota (lebih menonjolkan fungsi estetika) tanpa ada fungsi yang dapat menunjang kualitas lingkungan kota. Sehingga berdasarkan kondisi dan situasi ruang terbuka hijau kota di Ponorogo untuk mencegah tergesernya fungsi ruang terbuka hijau (RTH) kota maka dibutuhkan adanya penelitian tentang penataan ruang terbuka hijau (RTH) kota dengan fungsi utama sebagai penunjang kualitas ekologis perkotaan yang juga disesuaikan dengan keragaman aktivitas masyarakat, keadaan lansekap kota dan karakteristik kota Ponorogo.

1.5 Daftar Pustaka

- Lab. Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian-IPB. Makalah Lokakarya “Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan” dalam Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan. On-line (http://penataanruang.net/taru/Makalah/051130-rth.pdf), diakses 31 Mei 2011.

- Putri, Dirthasia Gemilang, dkk., Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Pusat Kota Ponorogo. On-line (http://www.digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-14013-ITS-Master-14013-Paper-1474438.pdf), diakses 31 Mei 2011.

http://fatimaajja.blogspot.com/2012/06/rancangan-peraturan-daerah-kabupaten.html

-         http://www.academia.edu/8033258/Kebijakan_Ruang_Terbuka_Hijau_dalam_Perlindungan_dan_Pengelolaan_Lingkungan_Hidup_di_Kota_Bandung


No comments:

Post a Comment