BRIAN BASMALA / 2A313711
3TB01 / ALH13
1.1 Ruang Terbuka Hijau
3TB01 / ALH13
1.1 Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau (RTH) kota merupakan bagian penting
dari struktur pembentuk kota, dimana ruang terbuka hijau (RTH) kota memiliki
fungsi utama sebagai penunjang ekologis kota yang juga diperuntukkan sebagai
ruang terbuka penambah dan pendukung nilai kualitas lingkungan dan budaya suatu
kawasan. Keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) kota sangatlah diperlukan dalam
mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan.
Contoh Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau (Green Open spaces) merupakan
kawasan permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi
perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan atau
pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Selain untuk
meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, ruang
terbuka hijau (Green Open spaces) di tengah-tengah ekosistem
perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota.
Ruang terbuka hijau memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi
intrinsik sebagai penunjang ekologis dan fungsi ekstrinsik yaitu fungsi
arsitektural (estetika), fungsi sosial dan ekonomi. Ruang terbuka hijau dengan
fungsi ekologisnya bertujuan untuk menunjang keberlangsungan fisik suatu kota
dimana ruang terbuka hijau tersebut merupakan suatu bentuk ruang terbuka hijau
yang berlokasi, berukuran dan memiliki bentuk yang pasti di dalam suatu wilayah
kota. Salah satu contohnya adalah ruang terbuka hijau yang difungsikan untuk
perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun
jejaring habitat hidupan liar. Sedangkan ruang terbuka hijau untuk
fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan ruang terbuka
hijau pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota
tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur
kota. (Dirjen PU, 2005).
Hakim (2004) menyebutkan
bahwa proporsi 30% luasan ruang terbuka hijau (RTH) kota merupakan ukuran
minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota baik keseimbangan sistem
hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat
meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, ruang
terbuka bagi aktivitas publik serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika
kota. Sedangkan dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 7 Tahun
2002 dinyatakan bahwa ruang terbuka hijau merupakan ruang kota yang
berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan
hijau rekreasi kota, kawasan hijau permakaman, kawasan hijau pertanian, kawasan
hijau jalur hijau dan kawasan hijau pekarangan.
Ruang terbuka hijau memiliki manfaat yang sangat penting di
dalam kawasan perkotaan, manfaatnya pada kehidupan masyarakat perkotaan dapat
dirasakan secara langsung (tangible) dan tak langsung (intagible). Manfaat yang
dapat kita rasakan secara langsung adalah tentu saja kenyamanan fisik (sebagai
contoh keteduhan dan udara yang segar), sedangkan manfaat ruang terbuka hijau yang
tidak dapat kita rasakan secara langsung namun berjangka panjang adalah
perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati. Ruang
terbuka hijau perkotaan pada dasarnya memiliki fungsi pokok sebagai pendukung
utama keberlanjutan kehidupan masyarakat kota, sehingga keberadaan ruang
terbuka hijau di kawasan perkotaan merupakan suatu persyaratan yang wajib
dipenuhi untuk kehidupan masyarakat yang sehat. (Purnomohadi, 2006).
Ruang terbuka hijau kota menurut tipologinya terbagi
menjadi taman kota, hutan kota, jalur hijau, ruang terbuka hijau sempadan
sungai, ruang terbuka hijau sempadan rel kereta api, ruang terbuka hijau
pemakaman, lahan pertanian dansabuk hijau. Keseluruhan bentuk ruang terbuka
hijau tersebut membentuk dan memberi karakter pada keseluruhan ruang terbuka
kota. Akan tetapi seiring dengan perkembangan kehidupan perkotaan yang sangat
pesat kurangnya kepedulian dan perhatian terhadap keberadaan ruang terbuka
hijau (RTH) kota, serta penataan dan pemeliharaan ruang terbuka hijau (RTH)
kota yang kurang tepat dapat menyebabkan adanya pergerseran fungsi lahan yang
tidak sesuai dan perubahan morfologi kota yang dapat mengakibatkan berkurangnya
lahan peruntukkan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau sebagai paru-paru
kota.
1.2 RTH Menurut Hukum Panata Pembangunan
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Sedangkan menurut D. A. Tisnaamidjaja, mengatakan ruang adalah wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas hidup yang layak (M. Daud Silalahi, 2001: 78-79).
Ruang sebagai salah satu tempat untuk melangsungkan kehidupan manusia, juga sebagai sumber daya alam merupakan salah satu karunia Tuhan kepada Bangsa Indonesia. Dengan demikian ruang wilayah Indonesia merupakan suatu aset yang harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia secara terkoordinasi, terpadu dan seefektif mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor lain seperti, ekonomi, sosial, budaya, hankam, serta kelestarian lingkungan untuk mendorong terciptanya pembangunan nasional yang serasi dan seimbang.
Peta Kota Ponorogo Sumber. Pemerintah Kabupaten Daerah
Tingkat II Ponorogo, 2008
Di dalam Rencana Ruang Terbuka Hijau Kota Ponorogo
(2008) disebutkan bahwa menurut Nas (1986) apabila
ditinjau dari tipologi kotanya, kota Ponorogo merupakan kota pedalaman (inland
city) yang perkembangannya cenderung memusat di dalam kota. Salah satu kota
yang hampir kehilangan fungsi ruang terbuka hijau (RTH) kota adalah kota
Ponorogo yang merupakan ibukota kabupaten Ponorogo, terletak di kawasan Barat
Daya daerah tingkat I Propinsi Jawa Timur, kota ini memiliki potensi lokasi
yang strategis, yaitu terletak diantara pusat kegiatan regional Jawa Timur dan
Jawa Tengah. Dikarenakan lokasinya yang sangat strategis maka perkembangan kota
Ponorogo dapat dikatakan cukup pesat, terlebih lagi kota ini memiliki warisan
dan potensi nilai budaya yang tercermin pada struktur pembentuk kotanya mulai
dari bentuk fasade bangunan hingga ornamen – ornamen furniture lansekapnya.
Akibat dari perkembangan kota yang cukup pesat maka kota yang memiliki luas
wilayah keseluruhan 51,19 km² (5119 Ha) ini membutuhkan adanya ruang terbuka
hijau yang dapat menjamin ekosistem dan kelangsungan hidup masyarakatnya.
Menurut data dari Pemerintah Kabupaten Dati II
Ponorogo, dari luas wilayah kota Ponorogo sendiri 45% dari keseluruhan luas
wilayah merupakan kawasan terbangun didominasi oleh perumahan dan perkerasan,
sehingga apabila ditinjau dari porsi kawasan terbangun dapat terlihat bahwa
luas wilayah yang tak terbangun lebih besar dibandingkan dengan luas wilayah
terbangun. Meskipun kota Ponorogo memiliki potensi kawasan ruang terbuka hijau
yang dapat dikembangkan, akan tetapi dikarenakan adanya penyebaran aktivitas
yang tidak merata di kota Ponorogo maka pada kawasan pusat kota inilah
terpusat berbagai macam aktivitas yang padat dan perkembangan kota yang sangat
pesat.
Di Kota Ponorogo persebaran aktivitas dan persebaran
penduduk terkonsentrasi pada pusat kota dimana keadaan di pusat kota Ponorogo
sendiri cenderung padat. Dari keseluruhan luas kawasan pusat kota, luasan ruang
terbuka hijau pada kawasan ini menurut data dari Pemerintah Kabupaten
Dati II Ponorogo hanya sebesar 10% dari keseluruhan luas kawasan pusat
kota yang terbagi menjadi ruang terbuka hijau publik (taman kota, hutan kota
dan jalur hijau) dan ruang terbuka hijau privat (halaman pertokoan dan
perkantoran). Menurut kondisi tersebut maka pada kawasan pusat kota ini
dibutuhkan adanya proporsi dan distribusi ruang terbuka hijau kota yang
seimbang terutama di pusat kota Ponorogo sangatlah dibutuhkan untuk menjaga
kualitas ekologis kota yang nantinya akan berpengaruh pula pada peningkatan
kualitas hidup masyarakat kota Ponorogo.
Ruang terbuka hijau di Ponorogo sendiri tersebar pada 4
kecamatan di kota Ponorogo diantaranya adalah alun-alun kota, hutan kota Kertosari,
makam Ronowijan di desa Tajuk dan taman kota
yang berada di kawasan pusat kota (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Dati II kota Ponorogo, 2008).
Sesuai dengan fakta yang didapat dari tinjauan lokasi
penelitian, ruang terbuka hijau kota Ponorogo kondisinya saat ini apabila
ditinjau dari tipologi ruang terbuka hijau kota keadaannya tidak sesuai dengan
kebutuhan, jenis aktivitas dan keragaman pengguna dan fungsi kawasan sebagai
paru-paru kota dan penunjang kualitas lingkungan. Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal yaitu sifat taman dan hutan kota yang tertutup (baik secara fisik
maupun visual) sehingga kedua bentuk ruang terbuka hijau tersebut tidak menjadi
bagian dari aktifitas luar ruang masyarakat (sebagai contoh pada kawasan pusat
kota yaitu hutan kota Ponorogo dan taman kota di
dalam kompleks pemerintahan daerah Ponorogo).
Adanya pemanfaatan ruang terbuka hijau kota Ponorogo yang
tidak sesuai dengan fungsi Ruang Terbuka Hijau sebagai penunjang kualitas
ekologi kota (salah satu permasalahan yang ada yaitu, pedagang kaki lima yang
berada di dalam dan di sekeliling alun-alun kota dan hutan
kota Ponorogo). Kurang sesuainya bentukan ruang terbuka hijau kota
Ponorogo terutama pada kawasanpusat kota dengan keragaman aktivitas dan
kebutuhan masyarakat kota Ponorogo yang cenderung melakukan aktivitasnya di
ruang luar, sehingga ruang terbuka hijau yang ada tidak digunakan secara
maksimal oleh masyarakat. Proporsi ruang terbuka hijau pada pusat kota Ponorogo
yang tidak mencukupi kriteria sebagai paru-paru kota penunjang kualitas
lingkungan, tidak adanya penanganan dan pemanfaatan lansekap ruang terbuka
hijau kota serta tidak diperhitungkannya keragaman aktifitas masyarakat dan
kebutuhan masyarakat akan ruang terbuka hijau menyebabkan ruang terbuka hijau
kota tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. (Rencana
Ruang Terbuka Hijau Kota Ponorogo, 2008).
Sehingga pada kenyataannya sekarang taman dan hutan kota
yang ada hanya digunakan sebagai sarana memperindah kota (lebih menonjolkan
fungsi estetika) tanpa ada fungsi yang dapat menunjang kualitas lingkungan
kota. Sehingga berdasarkan kondisi dan situasi ruang terbuka hijau kota di
Ponorogo untuk mencegah tergesernya fungsi ruang terbuka hijau (RTH) kota maka
dibutuhkan adanya penelitian tentang penataan ruang terbuka hijau (RTH) kota
dengan fungsi utama sebagai penunjang kualitas ekologis perkotaan yang juga
disesuaikan dengan keragaman aktivitas masyarakat, keadaan lansekap kota dan
karakteristik kota Ponorogo.
Contoh Ruang Terbuka di Ponorogo
Ruang terbuka hijau di
Ponorogo sendiri tersebar pada 4 kecamatan di kota Ponorogo diantaranya adalah
alun-alun kota, hutan kota Kertosari, makam Ronowijan di desa Tajuk
dan taman kota yang berada di kawasan pusat kota (Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan Pemerintah Kabupaten Dati II kota Ponorogo, 2008).
Sesuai
dengan fakta yang didapat dari tinjauan lokasi penelitian, ruang terbuka hijau
kota Ponorogo kondisinya saat ini apabila ditinjau dari tipologi ruang terbuka
hijau kota keadaannya tidak sesuai dengan kebutuhan, jenis aktivitas dan
keragaman pengguna dan fungsi kawasan sebagai paru-paru kota dan penunjang
kualitas lingkungan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu sifat taman dan
hutan kota yang tertutup (baik secara fisik maupun visual) sehingga kedua
bentuk ruang terbuka hijau tersebut tidak menjadi bagian dari aktifitas luar
ruang masyarakat (sebagai contoh pada kawasan pusat kota yaitu hutan kota Ponorogo
dan taman kota di dalam kompleks pemerintahan daerah Ponorogo).
1.4 Kesimpulan
Adanya
pemanfaatan ruang terbuka hijau kota Ponorogo yang tidak sesuai dengan fungsi
Ruang Terbuka Hijau sebagai penunjang kualitas ekologi kota (salah satu
permasalahan yang ada yaitu, pedagang kaki lima yang berada di dalam dan di
sekeliling alun-alun kota dan hutan kota Ponorogo). Kurang
sesuainya bentukan ruang terbuka hijau kota Ponorogo terutama pada kawasan pusat
kota dengan keragaman aktivitas dan kebutuhan masyarakat kota Ponorogo yang
cenderung melakukan aktivitasnya di ruang luar, sehingga ruang terbuka hijau
yang ada tidak digunakan secara maksimal oleh masyarakat. Proporsi ruang
terbuka hijau pada pusat kota Ponorogo yang tidak mencukupi kriteria sebagai
paru-paru kota penunjang kualitas lingkungan, tidak adanya penanganan dan
pemanfaatan lansekap ruang terbuka hijau kota serta tidak diperhitungkannya
keragaman aktifitas masyarakat dan kebutuhan masyarakat akan ruang terbuka
hijau menyebabkan ruang terbuka hijau kota tidak dapat dimanfaatkan secara
maksimal oleh masyarakat. (Rencana Ruang Terbuka Hijau Kota Ponorogo, 2008).
Sehingga
pada kenyataannya sekarang taman dan hutan kota yang ada hanya digunakan
sebagai sarana memperindah kota (lebih menonjolkan fungsi estetika) tanpa ada
fungsi yang dapat menunjang kualitas lingkungan kota. Sehingga berdasarkan
kondisi dan situasi ruang terbuka hijau kota di Ponorogo untuk mencegah
tergesernya fungsi ruang terbuka hijau (RTH) kota maka dibutuhkan adanya
penelitian tentang penataan ruang terbuka hijau (RTH) kota dengan fungsi utama
sebagai penunjang kualitas ekologis perkotaan yang juga disesuaikan dengan
keragaman aktivitas masyarakat, keadaan lansekap kota dan karakteristik kota
Ponorogo.
1.5 Daftar Pustaka
- Lab.
Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian-IPB.
Makalah Lokakarya “Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan” dalam Ruang Terbuka
Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan. On-line
(http://penataanruang.net/taru/Makalah/051130-rth.pdf), diakses 31 Mei 2011.
- Putri,
Dirthasia Gemilang, dkk., Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Pusat
Kota Ponorogo. On-line
(http://www.digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-14013-ITS-Master-14013-Paper-1474438.pdf),
diakses 31 Mei 2011.
- http://fatimaajja.blogspot.com/2012/06/rancangan-peraturan-daerah-kabupaten.html
- http://www.academia.edu/8033258/Kebijakan_Ruang_Terbuka_Hijau_dalam_Perlindungan_dan_Pengelolaan_Lingkungan_Hidup_di_Kota_Bandung
- http://www.academia.edu/8033258/Kebijakan_Ruang_Terbuka_Hijau_dalam_Perlindungan_dan_Pengelolaan_Lingkungan_Hidup_di_Kota_Bandung
No comments:
Post a Comment